Dilematis dalam Menangani dan Menyikapi
Krisis Lahan Pangan di Indonesia
Lahan
pertanian di Indonesia yang kian menyempit kini sedang menjadi permasalahan utama
bagi Pemerintah Indonesia. Bagaimana tidak? Pertumbuhan penduduk dari tahun ke
tahun menunjukkan jumlah yang signifikan. Sedangkan wilayahnya tetap. Program
Keluarga Berencana belum berhasil mengatasi kenaikan angka natalitas sehingga
negara kita pun terancam terjadi ledakan penduduk. Masalah yang terjadi memang
dilematis. Pembukaan lahan untuk tanaman pangan memang diperlukan tetapi,
Indonesia bukanlah negara besar dan menyempitnya lahan tersebut karena
banyaknya penduduk di Indonesia. Indonesia juga bukan negara yang bermodal
besar untuk mengatasi krisis pangan.
Saat
ini pemerintah sedang menggalakkan program moratorium (pembukaan hutan) untuk
kepentingan panas bumi dan pengembangan
lahan pangan. Grafik luas panen dan
produksi padi dari tahun ke tahun memang
menunjukkan peningkatan tetapi dibarengi juga dengan lahan pangan yang
semakin sempit. Sebelum melakukan
moratorium perlu ditinjau dulu sebab dan akibat dari tindakan tersebut. Bila
negara lain seperti Jepang yang luas negaranya lebih kecil dari kita giat
menggalakkan produksi peningkatan pangan tanpa perluasan lahan. Mengapa kita
tidak? Pemerintah dapatmelakukan intensifikasi atau sistem penanaman hidroponik
pada lahan pertanian tersebut. Untuk menyukseskan program pemerintah itu perlu
dana,sosialisasi, dan bimbingan yang berlanjut kepada petani-petani di
Indonesia. Selanjutnya ada tindakan yang riil.
Pemerintah
perlu memperhatikan kesejahteraan para petani dengan memaksimalkan dana KUR
(Kredit Usaha Rakyat). Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan seperti pupuk
dan teknologi pengolah. Peningkatan kesejahteraan petani akan membuat mereka
lebih bersemangat untuk memaksimalkan hasil pertanian. Perlu adanya kerjasama yang
baik antara pemerintah dengan KUR.Berbagai tokoh dari petinggi negara
pro-kontra menanggapi kebijakan moratorium. Pemanfaatan kawasan hutan untuk
pertanian dengan tanpa merusak hutan memang bisa dilakukan tetapi penyesuaian
tanaman pangan seperti padi apakah bisa beradaptasi dengan lingkungan hutan?
Padi membutuhkan irigasi. Belum lagi masalah iklim yang ekstrem. Kedua,
mengenai masalah hama. Padi yang berada di areal hutan akan lebih beresiko
terkena hama yang lebih kompleks.
Diversifikasi
lahan pertanian dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan. Rakyat Indonesia
tidak hanya mengandalkan beras tetapi bahan lain seperti ubi, kentang,jagung,talas,
dll. Moratorium direalisasikan di luar Jawa seperti Kalimantan yang areal
hutannya masih luas. Pelaksanaan moratorium harus dilindungi. Jenis tanah harus
cocok dengan jenis tanaman. Harus diadakan uji coba dulu apakah hutan tersebut
cocok untuk tanaman pangan atau tanaman pangan tersebut cocok untuk tumbuh di
hutan. Untuk menyukseskan program memoratoium harus ada Undang-Undang yang
mengaturnya dan tindakan realistis. Menghadapi fenomena impor beras memang memprihatinkan,
tetapi pemerintah mengatakan bahwa Indonesia masih bisa melakukan swasembada
beras ke luar negeri. Untuk itu lebih baik menekan swasembada beras untuk
mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Dalam
melakukan memoratorium pemerintah harus memperhatikan faktor-faktor eksternal
seperti perubahan iklim global, banjir, dan pencemaran. Pemanasan global telah
menjadikan musim kemarau lebih panjang dari musim penghujan dan bisa menimbulkan kebakaran
hutan.Moratorium menimbulkan dampak baik dan buruk. Dampak baik karena akan
menambah kadar oksigen dan udara bersih yang dihasilkan dari pertambahan jumlah
tumbuhan. Selain itu tanah-tanah kosong bisa dimaksimalkan potensinya.
Berdampak buruk karena tanah yang dipakai untuk lahan pertanian lama-lama akan
kehilangan kesuburan dan tidak produktif lagi. Hal tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan floran selanjutnya.
Akar dari masalah pangan yang
sebenarnya adalah jumlah pendudukdi Indonesia yang besar sehingga jumlah
penduduk dengan luas wilayah tidak sebanding. Semakin banyak penduduk semakin
besarkebutuhan pangan semakin luas pula lahan yang digunakan untuk tempat
tinggal. Jumlah pangan yang belum mencukupi menjadikan masalah gizi buruk. Kepedulian
terhadap masalah pangan harus berangkat dari pribadi masing-masingbagaimana
sikap dan partisipasi kita dalam mencegah krisis pangan. Keluarga Berencana
membantu menekan angka kelahiran. Keberhasilan program KB membawa
dampak baik. Meningkatkan produktivitas penduduk dan cakupan gizi yang
dikonsumsipun lebih baiksehingga penduduk bisa hidup dengan kualitas yang baik.
0 komentar:
Posting Komentar