Cerpen

|

Sebuah Pemulaan
 Never mind I’ll find someone like you...” HPku berbunyi.Oh alarm...tapi kok bunyi terus.  “Selamat pagi bisa bicara dengan Lyris Gisanjaya ” terdengar suara perempuan yang pagi benar ini menelponku. “Iya, dengan saya sendiri” aku menjawab sembari mataku masih menutup. “Selamat saudara Lyris, anda lolos dari seleksi wartawan News Of Jogja School “.  Seketika mataku terbelalak. “Halo, ini siapa? Oh, beneran saya lolos?” “Benar, saudara diundang untuk menghadiri first meeting nanti pukul sembilan pagi, terima kasih” . Reflek tubuhku terangkat dari bed cover bergambar Shaun and The Sheep serasa tadi malam aku mendapatkan mimpi yang tidak pernah aku temui sebelumnya. Aku terpilih menjadi salah satu wartawan surat kabar yang selama ini aku incar.  Plaaak. Aku menepuk pipiku sendiri. Ah Lyris ini enggak mimpi. Kakiku melompat dari ranjang yang kira-kira tingginya sekitar 80 sentimeter kemudian menatap bayangan tubuhku di cermin. Aku melihat sosok bayangan semuku dan tertawa sendiri. “Lyris kamu akan menjadi seorang jurnalis paling oke ” gumanku dalam hati.  Kemudian tertawaku meledak. Suaraku terdengar sangat keras sehingga memuat mama terbangun dan mendatangiku. “Lyris...kamu kenapa teriak-teriak kaya orang kesurupan?” “Enggak kok, Ma” aku menjawab sambil cengengesan. “Ya sudah cepet rapikan tempat tidurmu, anak perempuan kok tidurnya kaya kebo” mamaku berguman sendiri.
“Tumben banget anak mama hari Minggu gini sudah rapi, biasanya masih nongkrongin Doraemon” celetuk mama ketika melihatku berdandan rapi ala kostum Hayley William “Sup jagung spesial,  mama masak khusus buat Lyris pagi ini” senyum lebar mama yang khas mengiringi kepul asap sup panas yang disajikan di meja makan. “Ris, kok kamu aneh sih, jarang-jarang kamu rapi jam segini, habis makan apa kamu semalam?” Kak Gavin mengejekku. “Kakaaak, aku hari ini mau ada acara first meeting nih, aku jadi wartawan lho , Kakak pasti akan iri sama  aku” jawabku sambil memanyunkan bibir. “Sudah, bertengkar terus kalian ini, memangnya kamu jadi wartawan apa, sayang?” mama mengelus rambutku yang pagi ini sengaja aku conditioner. “News Of Jogja School, Ma” jawabku sambil menyikut lengan kakakku yang sibuk melahap bubur kacang hijau tanpa bernapas. “Napas, boy”. Tak lama kemudian aku minta  pamit sama mama dan Kak Gavin, kakakku paling menyebalkan sedunia yang bisanya menganggu kebahagiaan adiknya.
***
Vario Techno merahku  mulai mendekati gerbang kantor redaksi News Of Jogja School yang letaknya di sebelah selatan sebuah plaza terkenal di Jogjakarta. Wah ternyata sudah banyak remaja di sana. Secepat mungkin aku melangkah menuju gedung pertemuan yang sudah dikerumuni orang. Aku mengambil tempat duduk yang letaknya dekat dengan sound . Hmm, suaranya terdengar keras sekali. Lama-lama bisa bikin telinga pecah. Kurang dari sepuluh menit aku memutuskan untuk pindah dari tempat ‘terkutuk’ itu dan memilih duduk di sebelah ujung kiri yang dekat dengan jendela. “Nah di sini lebih tenang dan nyaman” kataku dalam hati. Tepat pukul 9.15 pertemuan pun dimulai.  Pihak redaksi menjelaskan panjang lebar mengenai apa job yang harus kami lakukan. Aku memperhatikan dengan meniru gaya bureng (buru rengking) yang ku adopsi dari teman semejaku di sekolah. Cas cis cus apa saja yang diperintahkan langsung aku tulis di buku khusus  yang ku persiapkan untuk first meeting.  Tiga lembar sudah kutulis tugasku kemudian kami dibagi dalam beberapa koor. Sesuai dengan kesukaanku yaitu menulis berita, aku diberi tugas untuk memburu tentang berita-berita hits dari sekolahku . Deadline-nya minggu depan. Aku sangat menyukai pekerjaan itu.
Mentari mulai naik ke tengah. Suasana sangat terik. Aku memutuskan untuk beli es cendol yang berada di depan plaza. Untuk mendapatkan satu gelas es cendol saja aku harus berjuang berdesak-desakan dengan pembeli lainya. Akhirnya aku mendapatkan bagianku. Aku lalu membelok arah, mencari tempat duduk yang kira-kira cocok untuk mendinginkan tubuhku yang mulai berkeringat. Ternyata tempat duduknya semuanya sudah penuh, tetapi ada satu kursi di sebelah kanan seorang laki-laki. Siapa dia? Kak Findra? Itukan kakak kelasku. “Kak Fin” aku berteriak ke arah cowok tinggi semampai itu.  Kak Findra yang sedang menikmati es krim pun terhenti. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Pertanda aku disuruh ke sana. Secepat mungkin aku melangkah kan kaki menuju meja nomor 14, tempat Kak Findra duduk. Rasanya aku sudah kehilangan kesabaran untuk meminum es cendol. Aku segera duduk dan meminum es terlebih dahulu. Hmm...segarnya. “Lyris...” panggil Kak Findra. “Eeh, iya Kak?” aku menjawabnya dengan tergopoh-gopoh dengan mulut penuh cendol. “Kak Fin, maaf aku kehausan, terima kasih lho atas tempat duduknya” aku tersenyum. “Ya ampun, Ris, kamu kaya orang habis lari-lari di gurun pasir aja sampai keringatnya bertetesan”  “Hehe, maaf Kak, panas banget nih” jawabku. “Oh ya ngomong-ngomong kamu jadi wartawan News Of Jogja School bulan ini ya?” “Kok tau,Kak?” “Tau lah, tadi aku juga duduk di sebelahmu” “Apa? Kok aku nggak tau ya, hehe” jawabku cengengesan. “Iya lah tadi kamu serius banget sampai tak sapa nggak tau” gerutu Kak Fin. “Hehe maaf Kak,  penting banget tadi”.
***
Embun masih asyik bergelantungan di pucuk daun. Udara pagi itu tidak biasa. Sangat sejuk. Sang fajar belum memperlihatkan batang hidungnya. Aku masih malas untuk mandi, malah memilih untuk tiduran lagi di sofa ruang tamu. “Koran-koran....bruk” suara khas dari Pak Darman, tukang loper koran yang menjadi  langganan keluargaku selama lima tahun terakhir. Kedatangannya sangat ditunggu karena menyajikan wawasan tentang berita hangat setiap pagi. Aku membuka pintu. Brrr...udara sejuk masuk ke dalam rumah. Kulihat sebuah koran di depan pintu. Setelah ku ambil... ada yang mengejutkan pagi itu. Olala...Kak Findra lagi. Eksis bener dia. Aku membaca headline besar berjudul “Findra Zistan Putrama Super Jurnalis Muda ”.  Apa lagi yang dia lakukan sehingga nongol lagi di koran. Kak Findra ini memang di elu-elukan  sekolah kami. Prestasinya tak perlu di ragukan. Perannya di media massa sudah banyak walaupun dia baru dua tahun lebih tua dariku. Kak Findra telah menggondol beberapa prestasi  kejuaraan. Proses pemikirannya sistematis dan kritis. Dia mampu menulis artikel maupun berita secara komunikatif.
***
“Kak Findraaa” teriakku dari lantai dua. Saat itu Kak Fin baru berada di lantai dasar. Aku berlari menuruni tangga agar dapat segera bertemu dengannya. “Wah, Kakak hebat. Masuk koran lagi” kataku dengan tersenyum. Kami berjalan menuju lobi dan mengambil tempat duduk yang dekat dengan ruang TU. “Aku bangga dengan kakak”. “Ris, kamu jangan terlalu memuji gitu. Aku juga manusia biasa kok”. “Aku pengen seperti kakak. Kuncinya gimana?” tanyaku. “Hmm...nggak ada spesialnya sih, asalkan kamu menjalaninya dengan ikhlas, senang hati, dan jujur. Jujur itu sangat diperlukan saat kamu menulis berita sehingga tidak terkesan mengada-ada” jawabnya. Aku tersenyum puas dengan jawaban idolaku tersebut.
Sore harinya ,
“Lyris semangat,  sore ini kamu akan menjadi pemburu berita paling oke yang akan menulis berita paling news dari SMA ini ” aku berguman sendiri sambil menggendong tas Eksport hijau, hadiah dari Om Senja pada saat ulang tahunku yang ke-16 tahun kemarin, menuju ruang kepala sekolah. Aku  membayangkan, Pak Surya, kepala sekolahku  nanti akan menjelaskan secara mendetail tentang kehebatan SMA ini. Segalanya telah aku persiapkan. Mulai dari alat tulis, alat perekam, dan kamera. “Assalamualaikum..” aku melangkah memasuki sebuah ruangan yang sedikit gelap. Tidak ada orang menjawab. Lama-lama ruangan tersebut terasa sunyi. Terlihat hanya ruangan besar seperti bangunan Belanda, meja kursinya pun masih asli buatan Pemerintah Hindia Belanda.  Aku mendengar percakapan dua orang laki-laki yang sedang berbicara serius. Tampaknya mereka membicarakan sesuatu di balik almari besar.  “Ini, 200 juta kita bagi dua.  “Tidak bisa, Pak... saya 60 persen karena saya sudah menjaga nama baik sekolah ini, gimana kalau murid-murid pada curiga kemana dana sumbangan itu”. “Surya...cuma kita yang tau tentang uang ini, kamu buat anggaran palsu penggunaan dana, beres kan. Ini uang kita nikmati berdua...yang penting kita tambah kaya”. Surya, bukankah kau tiap tahun membuat anggaran palsu hanya untuk memperkaya dirimu sendiri. Haha. Jadi, kenapa kau takut? Takut dicopot jabatan? Hei, kamu sudah bertahun-tahun melakukan hali ini”. Badanku  menggigil. Harapanku ternyata jauh dari realita. Sekolah yang selama ini terkenal dengan kesantunan dan kejujurannya ternyata.... Aku berlari. Aku melontarkan jiwaku. Aku tidak percaya semua ini.
Aku menyusuri lorong kelas dengan tujuan tak jelas. Kecewa, jelas diri ini kecewa. Uang hasil jerih payah orang tuaku untuk membiayaiku sekolah ternyata disalahgunakan.
“Lyris...” teriakan Kak Fin. “Gimana wawancaranya?” .
“Kak Fin, aku nggak percaya” aku tersedu-sedu.
 “Duduk dulu, apa maksudmu?”
“Pak Surya,Kak”.
 “Iya, kenapa?”.
 “Beliau  telah mengorupsi uang sekolah ini”.
 “Apa? Serius,Ris?”.
  “Iya, Kak. Aku punya fotonya ini dan rekamannya” aku masih menangis.
“Ini tidak bisa dibiarkan,Ris. Semua pihak telah dirugikan. Kita harus ungkap masalah ini.  Kita harus melaporkan kasus ini ke polisi.”
“Tapi, Kak, itu akan mencoreng nama baik sekolah kita.”
“Tidak akan, Ris. Korupsi  itu harus dimusnahkan”.
***
From: +6285729914202 (Kak Findra)
To: +6281328157271 (you)
Selamat ya Ris kamu menjadi jurnalis terbaik. Kakak bangga sama kamu. Kakak salut sama kejujuranmu. Tos dulu ya. J
 
Bunga mawar pagi ini mekar. Pantas saja wanginya  terbang sampai memasuki kamarku. Hari ini terasa sangat tenang. Gemercik air dari kolam terdengar bening sejernih airnya. Aku tersenyum  melihat sebuah berita “Tertangkapnya Sang Koruptor Pendidikan”. Di berita itu mengabarkan bahwa dua orang murid di sekolah ternama berhasil mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala sekolahnya. Publik sangat bangga dengan kedua anak tersebut dan menilai bahwa siswa SMA itu berhasil membuktikan kejujurannya. Di kabar News Of Jogja School diberitakan tentang kejujuran yang dibuktikan oleh SMA ternama di Yogyakarta. Penulisnya tak lain adalah Lyris Gisanjaya. Tak lama kemudian, Kak Fin mengirimkan pesan

Dengarkan aku Kak, aku akan selalu meneladani apa yang telah kamu ajarkan padaku. Untuk menjadi jurnalis yang hebat bukan hanya kemampuannya saja, tetapi harus dilandasi dengan sikap yang baik. Aku memulainya dari sekarang.

Resensi Novel Menatap Punggung Muhammad

|

Resensi Novel
A.      Identitas Buku
Judul Buku                  : Menatap Punggung Muhammad
Penulis                         : Fahd Djibran
Negara                         : Indonesia
Bahasa                         : Indonesia
Jenis                            : Sastra dan non-fiksi
ISBN                           : 978-602-97528-3-6
Penerbit                       : Jakarta, Litera Pustaka
Tahun Terbit                : 2010
Tebal Buku                  : 181 halaman
Ukuran Buku              : 20 x 13,5 cm

B.       Tentang Penulis
Fahd Djibran bernama asli Fahd Pahdepie, lahir di Cianjur, 22 Agustus 26 tahun silam adalah penulis dari novel Menatap Punggung Muhammad. Sebelumnya, dia telah menulis beberapa buku diantaranya adalah  buku pertamanya A Cat In My Eyes  (2008), Curhat Setan (2009), Yang Galau Meracau : Curhat (Tuan) Setan (2011), dua buah novel Rahim : Sebuah Dongeng Kehidupan, kemudian pada tahun 2010 membagikan Menatap Punggung Muhammad kepada para pembaca. Setelah itu  berkolaborasi dengan Bondan Prakoso dan Fade2Black menginspirasi pembaca dengan fiksi-musikalnya berjudul Hidup Berawal Dari Mimpi (2011). Ada yang unik secara kasat mata bila dilihat dari dua dari beberapa novelnya, A Cat In My Eyes : Dengan Bertanya Tak Membuatmu Berdosa diikuti novel berikutnya Curhat Setan: Dengan Berdosa Membuatmu Selalu Bertanya. Kedua judul ini sekilas ironi satu sama lain. Rata-rata  novel buah pena Fahd Djibran beroleskan filsuf-filsuf dunia, seperti Menatap Punggung Muhammad yang menyibak noktah pada titik tertentu.
C.         Isi Buku
Menatap Punggung Muhammad sebuah judul novel yang konspirasi, siapa yang benar-benar jelas melakukannya. Menatap Punggung Muhammad bukanlah novel non-fiksi seperti kebanyakan, bukan juga menorehkan jalan cerita yang monoton dari titik pandang subyektif melainkan tatapan yang luas melebarkan mata, dan menyinergikan otak untuk berobjektif. Membentangkan wawasan dan menyerap derasnya pandangan-pandangan para filsuf dibarengi dengan filtrasi yang sarat  serta melalui proses sedimentasi yang sistematis sehingga butir-butir ilmu terkoordinir membentuk keselarasan pandangan. Novel Menatap Punggung Muhammad tidak hanya menggali kisah dari pelupuk religius saja, tetapi matriksnya bemuatan pemikiran-pemikiran  rasional dan empiris .




Derai Gelisah Dalam Rimbunan Jalan
Bila Rasulullah datang kerumahmu, megetuk pintumu, bagaimana? Dan bila kalian sedang mendengarkan radio dengan musik-musiknya begitu indah dan kau dengar musiknya mengalir apakah kau akan bertanya padanya, “Musik, ya rasul! Rasul mau ikut berjoget? Enak bukan ya Rasul?” Atau bagaimana? Rumit. Kalau kau berpikir suatu saat Rasulullah datang mengunjungimu. Lalu bagaimana bila dua hari itu selesai dan Rasulullah harus pulang? Apakah kau akan berkata, “Huh bebas! Merdeka!” ? Atau bagaimana?
Begulat  dengan si Aku yang mengirimkan 100 halaman surat untuk sang kekasih yang telah berpisah selama dua tahun.  Pada halaman pertama tertulis kepergian, lambaikan tangan atau salam perpisahan selalu seperti tak punya perasaan ––apalagi jika kau melakukannya tanpa pesan. Tapi waktu, semua akan berlalu––yang tersisa tinggal kenangan.  Aku dan Azalea sepasang kekasih dengan latar belakang non-muslim. Aku meninggalkan kekasihnya tanpa angin perpisahan. Aku dihadapkan pada suatu kegelisahan. Sekokoh itu Aku mencari kegelisahan nya hingga ia menuliskan surat kepada Azalea.
     “Apakah yang lebih besar daripada iman?” “Aku tak tahu,” jawabku menatap wajah bercahaya itu. Sosok laki-laki agung, Muhammad menjawab, “Kebaikan,” katanya tiba-tiba, “Melebihi apapun, adalah yang utama dari semuanya. Aku menyebutnya ihsan.” Kemudian ia pergi. Aku menatapnya dari belakang, menatap  punggungnya.  Mimpi itu benar-benar  membuat gelisah hati  tak bertepi. Aku mulai berkutat dengan buku-buku tentang Muhammad. Meresapi hubungan tidur dan mimpi berdasarkan penelitian psikoanalisis Carl Gustav Jung  (1875-1961) yang menyatakan bahwa mimpi dipandang sebagai wahyu yang menyampaikan kebenaran. Selain itu Sigmund Freud (1856-1939), mimpi berkaitan dengan hal yang dipikirkan sebelumnya.Tak hanya itu, si Aku membaca puluhan hasil penelitian para filsuf dunia tentang mimpi, tetapi belum juga terjawab.  Mengejutkannya, sebuah pernyataan Muhammad  “He who saw me in a dream has certainly seen me for Shaytan can not take my form,” setan tak mungkin menyerupai Muhammad.
Aku mulai berkesimpuh mengenai Muhammad pada masanya.  Meneguk aliran pengetahuan dari  lembar demi lembar sejarah Muhammad, kegelisahan ini semakin menyekap. Lembabnya hati Aku, hausnya jiwa akan merindukan sosok Muhammad. Kemudian Aku kembali memutar balik pendiriannya seorang non-muslim yang memimpikan nabi agama lain. Derai tanda tanya semakin menghantam jiwa.  Seusai In the Footstep of the Prophet : Lesson from the life of Muhammad  selesai dibaca, Aku merasakan rasa yang menjalar merambat di seluruh kapiler darah­­––rindu akan Muhammad. 
Mahamanusia, kata Goethe, dialah Muhammad. Aku semakin bertanya-tanya, Azalea, siapakah Muhammad itu sebenarnya?. Ditengah “pencarianya” Aku bertemu dengan seorang yang mengalami hal sama dengannya, membuka mata hati Aku tentang apa yang terjadi sebenarnya. Sama, Aku menanyakan mengapa Muhammad berkata bahwa kebaikan lebih utama daripada iman. Aku belum mendapatkan jawabannya.  Aku merentangkan perahu melayari lautan pertanyaan untuk menemukan siapa Muhammad itu sebenarnya. Empirisnya, Aku menemukan kutipan tentang Muhammad, “Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat berhasil dalam dua tataran sekaligus, agama dan sekular.” [Michael H. Hart, The 100 : A Ranking Of The Most Influential Persons In History,New York, 1978, h.33],  Hal serupa diutarakan juga oleh William Montgomery Watt melalui Mohammad At Mecca dan Alphonse de Lamartine pada Histoire De La Turquie. Literatur lain yang didapatkan, “... karena dia memiliki semua kekuasaan tanpa peralatan dan pendukung untuk itu.” [Reverend Bosworth Smith (1794-1884), Mohammed and Mohammedanism,London, 1874, p.235] serta majalah-majalah ilmiah di dunia.  Muhammad­––sosok yang ‘dicari’ pun tak cukup sampai ini. “Pencarian” yang sebenarnya adalah terus menerus.  Apapun agamamu, kebaikan tak mungkin kau tolak. Kebaikan lebih utama daripada keimanan.
D.    Kekurangan dan kelebihan
Fahd Djibran menyajikan cerita yang lugas, laki-laki yang lihai menenun kata membuahkan 100 lembar surat untuk Azalea. Gaya bahasa yang ditangkap diantaranya ketika Aku merenungkan tentang rasulullah ... Musik, ya rasul! Rasul mau ikut berjoget? Enak bukan ya Rasul? Kemudian dari awal hingga akhir Aku menyebut Azalea dalam setiap paragraf cerita dengan repetisi. Secara keseluruhan gaya penulisan benar-benar modern bukan  kontemplatif. Pada bagian kisah Muhammad, cerita yang dijunjung hanya kulitnya saja sehingga benar-benar menunjukkan bahwa Aku memang terlalu awal untuk mengenal Muhammad. Konsep cerita dilekatkan dengan konstan yaitu membaca sebuah surat sehingga ringan dalam mengilhami intisari. Pembaca seolah menjadi Azalea,  seperti membaca surat dari kekasihnya,  sasarannya benar-benar “kena”.  Pada akhir bab juga dikejutkan darimana asal surat itu. Fahd Djibran dengan pekat menjaga “kelestarian” isi sehingga pembaca tidak merasa bosan. Uniknya, Fahd Djibran membumbui setiap masalah dengan kekuatan empiris sehingga bisa diakui oleh ilmu pengetahuan seperti yang diungkapkan oleh Michael H. Hart. Hal ini menambah semarak pembaca untuk mengais lebih dalam dan menemukan titik akhir dari cerita.
Meskipun judulnya mengandung unsur agama, Fahd Djibran bisa dibilang blak-blakan dalam menulis. Bahasa, diksi, dan sudut pandangnya berkiblatkan kalangan umum, bukan terpatok kepada agama. Penikmat buku menyelam sebagai seorang netralis yang menyantap cerita dengan sikap ilmiah, mengedepankan logika,  dan berpikir rasional. Pesan yang dibagikan implisit, perlunya perenungan bahwa seorang non-muslim saja bisa merindukan sosok Muhammad apalagi orang-orang yang muslim dari keturunan sebelumnya. Filsuf yang berlatar belakang non-muslim saja bisa membanggakan Muhammad. Secara fisik,  cover novel sinkron dengan isinya yaitu menggambarkan sebuah kegelisahan juga kemungkinan memperlihatkan latar di mana Aku bertemu Muhammad.
Fahd Djibran membawa pembaca menapaki pengalaman Aku melalui lembar demi lembar kertas torehan tinta tentang Aku dan “pencariannya” ,  tetapi sebagian besar dari cerita tidak terdeskripsikan latar  tempat secara jelas, kadangkala latar tempat beralih dengan kasar seperti Aku sedang ada di UNY kemudian di Jawa Barat, tidak dijelaskan kaitan kedua tempat itu.  Selain itu, latar di mana Aku dulu bersama Azalea dan di mana Aku sekarang tidak tertera dengan jelas. Nama asli Aku pun secara rahasia tidak disebutkan. Dalam alurnya, Azalea memutuskan menjadi mualaf dengan alasan yang tidak jelas. Kemudian tidak ada kepastian apakah Aku benar-benar puas terhadap “pencariannya” selama ini dan apakah Aku masih menjadi non-muslim atau sudah masuk islam.  Jalan cinta antara Azalea dan Aku menggantung begitu saja. Fahd Djibran seharusnya mencantumkan balasan surat Azalea kepada Aku agar Azalea tidak seperti tokoh pasif. Secara logis, novel ini juga tidak akan bisa diangkat menjadi sebuah film karena akan sulit dalam memutuskan tokoh-tokoh yang terlibat (Muhammad).
E.     Kesimpulan
Derai arus pemikiran filsuf-filsuf dunia membuat Muhammad semakin diakui bahwa beliau adalah rasul yang dibanggakan. Kaum non-muslim saja membanggakan Muhammad, oleh karena itu hendaknya kaum muslim juga semakin mencinta rasulnya. Dari cerita tersebut, menjelaskan Muhammad sebagai manusia dengan berbuat kebaikan tanpa membedakan agama.   Apapun agamamu, kebaikan tak mungkin kau tolak. Kebaikan lebih utama daripada keimanan. Makna yang ingin disampaikan bahwa dalam melakukan kebaikan hendaknya tidak memandang latar belakang seseorang, karena kebaikan itu untuk seluruh manusia. Kebaikan lebih utama dari iman sebab kebaikan adalah pembuktian dari iman dan melampaui batas-batas agama. Iman hanya berdampak pada diri sendiri sedangkan kebaikan berdampak bagi seluruh semesta alam. Dalam rinai kehidupan, berbuat baik adalah perbuatan tanpa memandang perbedaan.
Dengan membaca Menatap Punggung Muhammad, Fahd Djibran membagikan manfaatnya antara lain mengetahui kiprah nabi dalam perannya sebagai manusia dengan tanpa membedakan agama dalam berbuat kebaikan, mengambil hikmah  pengalaman seorang non-muslim dalam pembuktiannya tentang Muhammad, dan tertera jelas bahwa Muhammad diutus sebagai nabi dan rahmat semesta alam. Literatur yang mendukung membuat pembaca mendapatkan bukti secara empiris tentang Muhammad sehingga dapat disinkronkan antara kitab (Al Quran) dan penelitian para filsuf. Diharapkan semua manusia dapat melakukan kebaikan tanpa memandang latar belakangnya.

Artikel

|

Pramuka Sudah Membosankah tetapi  Malah Di Wajibkan?

Wacana Pramuka menjadi wajib bagi kalangan pendidikan SD,SMP,SMA dan sederajat sempat muncul ekspresi kontroversial sendiri di kalangan pramuka. Ditengah Kemendikbud merumuskan wacana tersebut masih banyak pertanyaan seputar mampukah pramuka melayani anak didik menjadi memiliki integritas dan karakter yang baik. Sebab  hal ini tidaklah mudah atas dasarnya menjadi anggota pramuka adalah sukarela sehingga apabia dipaksakan akan memunculkan ‘kekagetan’ sendiri baik dari anak didik atau dari pramuka sendiri.
Mengupas sisi dari pramuka ,memang di pramuka tidak hanya mempelajari hal-hal yang berbau pramuka dimana masih dianggap ‘negatif’ dari anak didik sebagian. Dibalik itu sebenarnya bila pramuka mampu unjuk gigi dan merombak anggapan-anggapan negatif itu dengan menciptakan inovasi yang luar biasa. Pada dasarnya pramuka mencakup cakapan luas bahkan sosok anggota pramuka yang mampu mengilhami teknik dalam pramuka akan dapat menerapkan skillnya dalam kehidupan sehari-hari. Cakapan yang luas itu membuat pramuka memiliki kesempatan yang baik  untuk  ikut serta membangun karakter bangsa .
Saat ini yang dikhawatirkan orang tua terhadap anak ketika di lingkungan sekolah ada tiga hal yaitu narkoba, pergaulan bebas, dan terorisme. Inilah yang membuat was-was orang tua terhadap anak-anaknya yang notabene adalah peserta didik. Tiga hal itu juga yang menjadi akar persoalan  rendahnya karakter anak negeri ini. Bangkit dari semua itu, pramuka yang memiliki standar kecakapan umum  yang memuat tiga hal itu. Oleh karena itu, pramuka hendaknya mampu merangkul anak bangsa menjadi anak yang memiliki kepribadian dan karakter yang berkualitas.
Di Kota Yogyakarta, setiap hari Sabtu sudah diwajibkan untuk memakai seragam pramuka walaupun saat ini masih sosialisasi. Hal ini sebagai dukungan untuk mendukung pramuka membentuk anak didik menjadi berkualitas. Namun wacana menjadi wajib, saya tidak setuju karena hal itu akan memberatkan  dari sisi dewan penegak juga pembina yang mengurusi siswa yang terlalu banyak. Selain itu bukan sembarang orang untuk mendidik kegiatan pramuka, butuh guru yang benar-benar memiliki skill yang baik dan mampu mengekspresikan kegiatan pramuka menjadi hal yang menarik, modern, berbasis IPTEK, dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada.  Berangkat dari itu sebaiknya kegiatan pramuka sendiri tidak diwajibkan namun pendidikan pramukanya yang diserap kedalam kurikulum