Cerpen

|

Sebuah Pemulaan
 Never mind I’ll find someone like you...” HPku berbunyi.Oh alarm...tapi kok bunyi terus.  “Selamat pagi bisa bicara dengan Lyris Gisanjaya ” terdengar suara perempuan yang pagi benar ini menelponku. “Iya, dengan saya sendiri” aku menjawab sembari mataku masih menutup. “Selamat saudara Lyris, anda lolos dari seleksi wartawan News Of Jogja School “.  Seketika mataku terbelalak. “Halo, ini siapa? Oh, beneran saya lolos?” “Benar, saudara diundang untuk menghadiri first meeting nanti pukul sembilan pagi, terima kasih” . Reflek tubuhku terangkat dari bed cover bergambar Shaun and The Sheep serasa tadi malam aku mendapatkan mimpi yang tidak pernah aku temui sebelumnya. Aku terpilih menjadi salah satu wartawan surat kabar yang selama ini aku incar.  Plaaak. Aku menepuk pipiku sendiri. Ah Lyris ini enggak mimpi. Kakiku melompat dari ranjang yang kira-kira tingginya sekitar 80 sentimeter kemudian menatap bayangan tubuhku di cermin. Aku melihat sosok bayangan semuku dan tertawa sendiri. “Lyris kamu akan menjadi seorang jurnalis paling oke ” gumanku dalam hati.  Kemudian tertawaku meledak. Suaraku terdengar sangat keras sehingga memuat mama terbangun dan mendatangiku. “Lyris...kamu kenapa teriak-teriak kaya orang kesurupan?” “Enggak kok, Ma” aku menjawab sambil cengengesan. “Ya sudah cepet rapikan tempat tidurmu, anak perempuan kok tidurnya kaya kebo” mamaku berguman sendiri.
“Tumben banget anak mama hari Minggu gini sudah rapi, biasanya masih nongkrongin Doraemon” celetuk mama ketika melihatku berdandan rapi ala kostum Hayley William “Sup jagung spesial,  mama masak khusus buat Lyris pagi ini” senyum lebar mama yang khas mengiringi kepul asap sup panas yang disajikan di meja makan. “Ris, kok kamu aneh sih, jarang-jarang kamu rapi jam segini, habis makan apa kamu semalam?” Kak Gavin mengejekku. “Kakaaak, aku hari ini mau ada acara first meeting nih, aku jadi wartawan lho , Kakak pasti akan iri sama  aku” jawabku sambil memanyunkan bibir. “Sudah, bertengkar terus kalian ini, memangnya kamu jadi wartawan apa, sayang?” mama mengelus rambutku yang pagi ini sengaja aku conditioner. “News Of Jogja School, Ma” jawabku sambil menyikut lengan kakakku yang sibuk melahap bubur kacang hijau tanpa bernapas. “Napas, boy”. Tak lama kemudian aku minta  pamit sama mama dan Kak Gavin, kakakku paling menyebalkan sedunia yang bisanya menganggu kebahagiaan adiknya.
***
Vario Techno merahku  mulai mendekati gerbang kantor redaksi News Of Jogja School yang letaknya di sebelah selatan sebuah plaza terkenal di Jogjakarta. Wah ternyata sudah banyak remaja di sana. Secepat mungkin aku melangkah menuju gedung pertemuan yang sudah dikerumuni orang. Aku mengambil tempat duduk yang letaknya dekat dengan sound . Hmm, suaranya terdengar keras sekali. Lama-lama bisa bikin telinga pecah. Kurang dari sepuluh menit aku memutuskan untuk pindah dari tempat ‘terkutuk’ itu dan memilih duduk di sebelah ujung kiri yang dekat dengan jendela. “Nah di sini lebih tenang dan nyaman” kataku dalam hati. Tepat pukul 9.15 pertemuan pun dimulai.  Pihak redaksi menjelaskan panjang lebar mengenai apa job yang harus kami lakukan. Aku memperhatikan dengan meniru gaya bureng (buru rengking) yang ku adopsi dari teman semejaku di sekolah. Cas cis cus apa saja yang diperintahkan langsung aku tulis di buku khusus  yang ku persiapkan untuk first meeting.  Tiga lembar sudah kutulis tugasku kemudian kami dibagi dalam beberapa koor. Sesuai dengan kesukaanku yaitu menulis berita, aku diberi tugas untuk memburu tentang berita-berita hits dari sekolahku . Deadline-nya minggu depan. Aku sangat menyukai pekerjaan itu.
Mentari mulai naik ke tengah. Suasana sangat terik. Aku memutuskan untuk beli es cendol yang berada di depan plaza. Untuk mendapatkan satu gelas es cendol saja aku harus berjuang berdesak-desakan dengan pembeli lainya. Akhirnya aku mendapatkan bagianku. Aku lalu membelok arah, mencari tempat duduk yang kira-kira cocok untuk mendinginkan tubuhku yang mulai berkeringat. Ternyata tempat duduknya semuanya sudah penuh, tetapi ada satu kursi di sebelah kanan seorang laki-laki. Siapa dia? Kak Findra? Itukan kakak kelasku. “Kak Fin” aku berteriak ke arah cowok tinggi semampai itu.  Kak Findra yang sedang menikmati es krim pun terhenti. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Pertanda aku disuruh ke sana. Secepat mungkin aku melangkah kan kaki menuju meja nomor 14, tempat Kak Findra duduk. Rasanya aku sudah kehilangan kesabaran untuk meminum es cendol. Aku segera duduk dan meminum es terlebih dahulu. Hmm...segarnya. “Lyris...” panggil Kak Findra. “Eeh, iya Kak?” aku menjawabnya dengan tergopoh-gopoh dengan mulut penuh cendol. “Kak Fin, maaf aku kehausan, terima kasih lho atas tempat duduknya” aku tersenyum. “Ya ampun, Ris, kamu kaya orang habis lari-lari di gurun pasir aja sampai keringatnya bertetesan”  “Hehe, maaf Kak, panas banget nih” jawabku. “Oh ya ngomong-ngomong kamu jadi wartawan News Of Jogja School bulan ini ya?” “Kok tau,Kak?” “Tau lah, tadi aku juga duduk di sebelahmu” “Apa? Kok aku nggak tau ya, hehe” jawabku cengengesan. “Iya lah tadi kamu serius banget sampai tak sapa nggak tau” gerutu Kak Fin. “Hehe maaf Kak,  penting banget tadi”.
***
Embun masih asyik bergelantungan di pucuk daun. Udara pagi itu tidak biasa. Sangat sejuk. Sang fajar belum memperlihatkan batang hidungnya. Aku masih malas untuk mandi, malah memilih untuk tiduran lagi di sofa ruang tamu. “Koran-koran....bruk” suara khas dari Pak Darman, tukang loper koran yang menjadi  langganan keluargaku selama lima tahun terakhir. Kedatangannya sangat ditunggu karena menyajikan wawasan tentang berita hangat setiap pagi. Aku membuka pintu. Brrr...udara sejuk masuk ke dalam rumah. Kulihat sebuah koran di depan pintu. Setelah ku ambil... ada yang mengejutkan pagi itu. Olala...Kak Findra lagi. Eksis bener dia. Aku membaca headline besar berjudul “Findra Zistan Putrama Super Jurnalis Muda ”.  Apa lagi yang dia lakukan sehingga nongol lagi di koran. Kak Findra ini memang di elu-elukan  sekolah kami. Prestasinya tak perlu di ragukan. Perannya di media massa sudah banyak walaupun dia baru dua tahun lebih tua dariku. Kak Findra telah menggondol beberapa prestasi  kejuaraan. Proses pemikirannya sistematis dan kritis. Dia mampu menulis artikel maupun berita secara komunikatif.
***
“Kak Findraaa” teriakku dari lantai dua. Saat itu Kak Fin baru berada di lantai dasar. Aku berlari menuruni tangga agar dapat segera bertemu dengannya. “Wah, Kakak hebat. Masuk koran lagi” kataku dengan tersenyum. Kami berjalan menuju lobi dan mengambil tempat duduk yang dekat dengan ruang TU. “Aku bangga dengan kakak”. “Ris, kamu jangan terlalu memuji gitu. Aku juga manusia biasa kok”. “Aku pengen seperti kakak. Kuncinya gimana?” tanyaku. “Hmm...nggak ada spesialnya sih, asalkan kamu menjalaninya dengan ikhlas, senang hati, dan jujur. Jujur itu sangat diperlukan saat kamu menulis berita sehingga tidak terkesan mengada-ada” jawabnya. Aku tersenyum puas dengan jawaban idolaku tersebut.
Sore harinya ,
“Lyris semangat,  sore ini kamu akan menjadi pemburu berita paling oke yang akan menulis berita paling news dari SMA ini ” aku berguman sendiri sambil menggendong tas Eksport hijau, hadiah dari Om Senja pada saat ulang tahunku yang ke-16 tahun kemarin, menuju ruang kepala sekolah. Aku  membayangkan, Pak Surya, kepala sekolahku  nanti akan menjelaskan secara mendetail tentang kehebatan SMA ini. Segalanya telah aku persiapkan. Mulai dari alat tulis, alat perekam, dan kamera. “Assalamualaikum..” aku melangkah memasuki sebuah ruangan yang sedikit gelap. Tidak ada orang menjawab. Lama-lama ruangan tersebut terasa sunyi. Terlihat hanya ruangan besar seperti bangunan Belanda, meja kursinya pun masih asli buatan Pemerintah Hindia Belanda.  Aku mendengar percakapan dua orang laki-laki yang sedang berbicara serius. Tampaknya mereka membicarakan sesuatu di balik almari besar.  “Ini, 200 juta kita bagi dua.  “Tidak bisa, Pak... saya 60 persen karena saya sudah menjaga nama baik sekolah ini, gimana kalau murid-murid pada curiga kemana dana sumbangan itu”. “Surya...cuma kita yang tau tentang uang ini, kamu buat anggaran palsu penggunaan dana, beres kan. Ini uang kita nikmati berdua...yang penting kita tambah kaya”. Surya, bukankah kau tiap tahun membuat anggaran palsu hanya untuk memperkaya dirimu sendiri. Haha. Jadi, kenapa kau takut? Takut dicopot jabatan? Hei, kamu sudah bertahun-tahun melakukan hali ini”. Badanku  menggigil. Harapanku ternyata jauh dari realita. Sekolah yang selama ini terkenal dengan kesantunan dan kejujurannya ternyata.... Aku berlari. Aku melontarkan jiwaku. Aku tidak percaya semua ini.
Aku menyusuri lorong kelas dengan tujuan tak jelas. Kecewa, jelas diri ini kecewa. Uang hasil jerih payah orang tuaku untuk membiayaiku sekolah ternyata disalahgunakan.
“Lyris...” teriakan Kak Fin. “Gimana wawancaranya?” .
“Kak Fin, aku nggak percaya” aku tersedu-sedu.
 “Duduk dulu, apa maksudmu?”
“Pak Surya,Kak”.
 “Iya, kenapa?”.
 “Beliau  telah mengorupsi uang sekolah ini”.
 “Apa? Serius,Ris?”.
  “Iya, Kak. Aku punya fotonya ini dan rekamannya” aku masih menangis.
“Ini tidak bisa dibiarkan,Ris. Semua pihak telah dirugikan. Kita harus ungkap masalah ini.  Kita harus melaporkan kasus ini ke polisi.”
“Tapi, Kak, itu akan mencoreng nama baik sekolah kita.”
“Tidak akan, Ris. Korupsi  itu harus dimusnahkan”.
***
From: +6285729914202 (Kak Findra)
To: +6281328157271 (you)
Selamat ya Ris kamu menjadi jurnalis terbaik. Kakak bangga sama kamu. Kakak salut sama kejujuranmu. Tos dulu ya. J
 
Bunga mawar pagi ini mekar. Pantas saja wanginya  terbang sampai memasuki kamarku. Hari ini terasa sangat tenang. Gemercik air dari kolam terdengar bening sejernih airnya. Aku tersenyum  melihat sebuah berita “Tertangkapnya Sang Koruptor Pendidikan”. Di berita itu mengabarkan bahwa dua orang murid di sekolah ternama berhasil mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala sekolahnya. Publik sangat bangga dengan kedua anak tersebut dan menilai bahwa siswa SMA itu berhasil membuktikan kejujurannya. Di kabar News Of Jogja School diberitakan tentang kejujuran yang dibuktikan oleh SMA ternama di Yogyakarta. Penulisnya tak lain adalah Lyris Gisanjaya. Tak lama kemudian, Kak Fin mengirimkan pesan

Dengarkan aku Kak, aku akan selalu meneladani apa yang telah kamu ajarkan padaku. Untuk menjadi jurnalis yang hebat bukan hanya kemampuannya saja, tetapi harus dilandasi dengan sikap yang baik. Aku memulainya dari sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar