Van Der Wijk #4

|
"...Kalau kau tahu! Sudah sedari lama keindahan dan kecantikan dunia ini terlepas dari hatiku, laksana rontoknya bunga yang kekurangan air dari jembangan. Sudah sekian lama kehidupan ini saya palsukan, saya hadapi dengan hati remuk. Karena kekuasaan iblis telah merajalela di atas hati manusia. Cuma satu saja yang kulihat paling suci, ialah kau, kau sendiri! Pada diri kaulah bertemunya lambang dari kesucian dan kemurnian, yang dipenuhi oleh cinta yang ikhlas. Sebab telah kau sambut tanganku yang lemah, sebab telah kau terima suaraku yang parau, diwaktu orang lain membenciku, lantaran miskinku, papaku dan kurang bangsaku. Hanya kau seorang! "
- Surat pertama Zainuddin kepada Hayati

Van Der Wijk #3

|
"Jangan sampai terlintas dalam hatimu, bahwa di dunia ada satu bahagia yang melebihi bahagia cinta. Kalau kau percaya bahwa kebahagiaan selain cinta, celaka diri kau. Kau menjatuhkan vonis kematian ke atas dasar diri kau sendiri"
- Surat kedua  Zainuddin kepada Hayati

Van Der Wijk #2

|
"...Orang yang bercela di dalam dunia ini hanya bertiga saja. Pertama orang yang dengki, yang selalu merasa sakit melihat orang diberi Allah nikmat. Kesakitan hatinya itulah yang menyebabkan dia celaka, padahal nikmat Allah tak dapat dihapuskan poleh tangan manusia.."
- Nasihat Muluk kepada Zainuddin kerapuhannya karena Hayati

Van Der Wijk #1

|
"... Dan bila kau alami kelak agaknya tidak juga akan kau dapati cinta sebagaimana cintaku. Cintaku kepadamu lebih dari cinta saudara kepada saudaranya, cinta ayah kepada anaknya. Kadang-kadang derajat cintaku sudah terlalu amat naik, sehingga hanya dua yang menandingi kecintaan itu, pertama Tuhan dan kedua mati"

 - Surat Zainuddin kepada Hayati

Kenang-kenangan TUC 2012

|
TUC 2012 Byuree
Browsing Your Ideas

Boomingnya Angkringan Esai GVT 2011

|


Angkringan, mungkin sudah tak asing lagi bagi telinga masyarakat khususnya masyarakat Yogyakarta. Mengapa tidak? Coba tengok keluar rumah dan lihat lingkungan di sekitar rumah, tidak harus malam hari bahkan siang pun ada.  
Sesekali lihat sekeliling lingkungan, gang, pinggir jalan dekat rumah ada sebuah onggokan gerobak , sehelai atap yang terbuat dari plastik tebal berwarna oranye atau biru tua, sebuah kursi memanjang kecil dan kuno,diterangi lampu senthir, di depannya terpampang makanan-makanan dari makanan kecil hingga makanan berat, makanan tradisional, ‘panganan’  bungkusan, sate usus, beberapa tusuk telur puyuh yang dibumbui dengan kecap manis kadang juga disertai dengan sambal, dan kerupuk goreng putih yang di bungkus dalam plastik-plasrik ¼ kilonan.
Di sebelah sudut meja ada sebuah keranjang berukuran sedang berbentuk kotak-kotak berlubang yang di dalamnya memuat tumpukan-tumpukan sesuatu berbentuk kotak meski tidak persegi di bagian tengah sedikit menjulang , terlihat daun hijau ranum sedikit disela-selanya karena dilapisi penuh kertas minyak.  Itulah yang dikenal masyarakat dengan  “sego kucing” atau nasi kucing. Mengapa disebut demikian? Karena nasinya sedikit, dengan lauk sambal tempe kering dn sedikit ikan teri. Mungkin porsi makanan itu hanya seperti porsi makanan kucing, minumannya ‘wedang’ jahe , unik juga.
Di gerobak itu ada beberapa orang yang sedang asyik , si penjual sedang sibuk melayani pembeli. Para pembeli sangat menikmati menu yang disantapnya. Itulah yang disebut gerobak angkring atau lebih dikenal dengan  angkringan. Lalu apa yang sedang mereka lakukan? Makan tanpa etika  asal ‘comot’ saja?
Pandangan-pandangan seperti itu sepertinya tidak asing di mata tidak hanya di sekitar kita bahkan di desa sampai kota pasti ada yang namanya angkringan.  Angkringan, baik di pinngir jalan raya ,  gang-gang sempit bahkan di bukit desa pun sudah merajalela. Memasuki abad ke-21 ini warung yang bernama angkringan sudah bertambah pesat, konsumennya tak hanya warga desa, orang tua, maupun masyarakat umum bahkan sampai pelajar pun menjadi langganan setia angkringan yang mereka member nama tersendiri yaitu ‘angset’ singkatan dari angkringan setan. Apakah penyebab dari menjamurnya angkringan ini.Adakah yang harus segera dilakukan mengenai jumlah angkringan yang bertambah banyak?
Angkringan bisa menjadi kuliner favorit bagi yang berdompet tipis. Dengan uang ‘cepek’ pun bias  membeli berbagai macam makanan.  Warung dengan ‘sego kucing’ sebagai menu andalan ini  sangat popular di kalangan pelajar Yogyakarta. Mereka yang sekolahnya dekat warung angkring tak jarang yang menyempatkan menikmati keramaian warung angkring.
Berikut ini hal-hal yang bisa dilakukan di angkringan:
  1. Bisa ngobrol bahkan  ngobrol dengan orang yang belum dikenal
  2. Tak perlu table manner nyomot panganan pakai tangan pun bukan melanggar etika
  3. Pergaulan yang alami, sembali melihat ’potret sosial’ bertemu dengan berbagai macam golongan  masyarakat
  4. Menikmati makanan rakyat, murah meriah. Seperti nasi, lauk, sambal teri, bandeng goreng, dan kering tempe pedes.
  5. Sekat-sekat sosial seperti pendidikan, kekayaan, jabatan, suku, agama,dll  hilang 
  6. Bisa mendiskusikan isu hangat, mendengar aspirasi suara rakyat
  7. Harga ekonomis, terjangkau, murah meriah.

Menjamurnya usaha angkringan di Yogyakarta berkaitan dengan keadaan perekonimian saat ini. Bermula dari ledakan penduduk yang tidak teratasi menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan. Masyarakat yang rendah pendidikannya akan mendapat pekerjaan yang rendah pula, bahkan yang tidak sempat menganyam pendidikan pun sulit mendapatkan pekerjaan.
            Meningkatnya jumlah kelulusan SMA/SMK setiap tahunnya menjadikan   bertambahnya angkatan kerja. Sedangkan kesempatan kerja tidak menampung mereka semua. Sehingga terjadi pengangguran. Persoalan seperti ini yang menjadikan mereka yang tidak memiliki pekerjaan untuk memiliki usaha kecil-kecilan sendiri seperti angkringan. Lain lagi, dulunya seorang pegawai pabrik milik pemerintah, karena krisis ekonomi mengalami Pemutusan Hubungan Kerja atau disingkat PHK. Kemudian memutuskan untuk mendirikan angkringan untuk  menyambung hidup demi sesuap nasi.
            Di angkringan tidak ada aturan tertentu dalam tata cata makan, bebas mengambil makanan, makanan yang diingkinkan langsung dapat diambil dihadapannya ,melayani sendiri, makan seenaknya tanpa menunggu lama seperti di Pizza Hut, bahkan antrian di KFC sendiri.  Makanannya pun sangat beragam dari makanan tradisional. Identik dengan tahu bacem, tempe bacem, berbagai macam-macam gorengan, dll. Juga makanan tersebut tidak tahan lama alias tanpa bahan pengawet. Tapi, belum tentu sehat terkait dengan tingkat kehigenisannya.
Melihat maraknya fenomena angkringan di setiap pojok kota Yogyakarta ini tampaknya tida berlebihan jika dikatakan angkringan sebagai roda penggerak perekonomian. Hal ini dikarenakan ia bergerak disektor riil. Hasil dari keberadaan angkringan bisa langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Baik dalam hal perputaran uang maupun tenaga kerja masyarakat turut terlibat didalamnya.
Angkringan juga mendorong perekonomian dengan mengurangi angka pengangguran. Untuk menjadi penjual angkringan tidak diperlukan persyaratan tertentu. Angkringan menjadi wadah yang fleksibel untuk menampung pengangguran yang ingin bekerja.
Menanggapi bertambahnya jumlah warung-warung angkringan seperti masa kini, hendaknya diperlukan sikap selektif untuk menentukan mana yang dibutuhkan. Juga harus senantiasa menjaga kebersihan lingkungan dan memilih angkringan yang benar-benar terjamin kebersihan makanan, tempat, dan keamanan dan kenyamanannya.

Discussion Text supported by Nice.Net ICA

|


Underhand Marriage : Vanish The Women’s Right
            Commonly in Indonesia there is one way to link the legal relationship between men and woman. The legal relationship is linked by marriage. Law of marriage in Indonesia has been ruled  by goverment. There are many rules which regulate on marriage. Mostly culture in Indonesia is marriage which the wedding is recognized by government escpecially KUA. People who wants to marry must be registrated on department of religion (KUA). After that, they get married undoubtedly recorded by government . So their marriage is legal, the rights  and obligations of marriage are applied. Nowdays, culture of legal  marriage in Indonesia has been moved into underhand marriage. This phenomenon creates a contradiction in public. The topic of underhand marriage gives many positive and negative opinion. So, what actually happened from this way? Is the way benefical or even cause new public problems? 
            As the public know that underhand marriage is the way to marry without a legal recorded. The other words is marriage without registration from department (KUA) so the marriage of couple have no legally record on goverment. And then, underhand marriage is the way to marriage where there is no presence of family  from the women (as known as wali nikah). So wali nikah is represented by another person. Usually it has been held by the couple who they  want to conceal their marriage because of certain reason. Actually, underhand marriage is legal based on Islamic’s law. The law regulates to hold marriage must be have one wali nikah. But he or she is from women’s family. In fact, mostly of presence on marriage is from another stranger people. So, can we called it legally?
            Talk about underhand marriage, we can get easy reason that through of this, the marriage feel simple and we don’t need much financial. Prove that underhand marriage just need little bit fund. After married, we do not need the wedding party.  Another  mind view is to avoid cohabitation. Through underhand marriage, people can avoid from free sex, HIV, and AIDS as way as they do not change another mate many times. Moreover, underhand marriage can curbs the gossip from public. They hope that public can accept their new status.
Based on culture of Indonesia, underhand marriage also called by illegal marriage. Their marriage consequently have no legally records on department of religion (KUA). So, if there is any problem home or one of them get disadvantages, the law of marriage can’t be applied.  Come from now, it shows that underhand marriage will be create new public problems. The approach problems are reasonable thing to have affair. Also there will be many polygamous, absence of clarify status of wife and children in the law of Indonesia, and sexual harassment against womankind. The word that we must be underlined is there is no legally status for the wife and children. The marriage makes the wife or women have no rights to complain if they get bad treatment from their husband.  The wife can’t prosecute their right if they get abuse from their husband. When they will sue their problem into law institutions, they don’t get the real right and the worst is the have no right to sue their problem because their marriage is illegal so the law can’t help them. This is the worst disadvantages of underhand marriage that is makes vanish the womens right in front of the law. Living and growing as Indonesian society , underhand marriage will gives disadvatages for woman because it is not the culture of Indonesia and the wife can’t get their really rights. So it would be better to get legal marriage by wedlock.

Exposition Text

|
Bio-Fuel, Methane from Animal Wastes

Absolutely you know about global warming. What do you know about global warming? Global warming is the rise in the average temperature of Earth's atmosphere and oceans since the late 19th century and its projected be continued until now. It’s caused by green house effect. Like green house, the heat that transfer to earth can be reflect to outer space because of heat trap. The cause of green house effect is gases such as carbon dioxide (CO2), methane (CH4), and other.
Methane is emitted by natural sources such as wetlands, as well as human activities such as leakage from natural gas systems and the raising of livestock. Natural processes in soil and chemical reactions in the atmosphere are helping to remove CH4 from the atmosphere. Methane's lifetime in the atmosphere is much shorter than carbon dioxide (CO2), but CH4 is more efficient at trapping radiation than CO2. Pound for pound, the comparative impact of CH4 on climate change is over 20 times greater than CO2 over a 100-year periods.         
Methane is a gas that can be collected and burned as a fuel. This gas is produced by animal waste, as it decays. Some farms collect animal waste and store it in tanks, processing the collected gas. The resulting methane gas is then compressed in tanks or containers and distributed to customers. It can be used to heat cookers, houses and even to power car engines.
The step to make bio-fuels methane from animal wastes are. First, the cycle starts with animals on a farm, grazing and producing waste. Second, the waste is collected on a regular basic. Third, it is transferred to decomposing tanks and the methane gas is collected and stored.Gases are stored in tanks and transferred to tankers. It is transported to customers or compressed and transferred to smaller cylinder tanks.Fourth, the methane gas can be used for household appliances such as cookers. It can also be used as the fuel for cars specially adapted to burn methane gas rather than petrol. These vehicles are less polluting although their speed and acceleration are reduced.
            Bio-fuel will bring big effect for human kind to reduce effect of global warming, because bio-fuel are made from animal waste (animals on a  farm), significant reductions in crop yields, and loss of biodiversity. It is produced in the troposphere through photochemical reactions involving oxides of nitrogen (NOx) and volatile organic compounds (VOCs).Concerns about climate change and energy security are driving an aggressive expansion of bioenergy crop production and many of these plant species emit more isoprene than the traditional crops they are replacing.We then estimate the resultant changes in ground-level ozone concentrations and the impacts on human mortality and crop yields that these could cause. Our study highlights the need to consider more than simple carbon budgets when considering the cultivation of biofuel feedstock crops for greenhouse-gas mitigation.Some studies have shown that in some cases more carbon would be sequestered by converting a cropland used for a biofuel feedstock to forest than the production of the fuel itself.So we can conclude that making biofuel from methane is the best way to decrease the global warming cause.


Source :

Kado Terbaik

|
kado umur 15 tahun, thanks <3

Opini

|


Yogyakarta  Livable City
Tidak Akan Digandrungi Lagi
Sudah tidak asing lagi penyebutan Yogyakarta sebagai kota  ideal untuk dikunjungi.   Kondisi Yogyakarta yang livable dipengaruhi oleh faktor historis pada zaman dahulu. Sejarah Yogyakarta dijadikan Ibukota Republik Indonesia memiliki peran  strategis karena pembuktiannya dalam mempertahankan status Republik Indonesia pada masa itu. Pengalamannya dalam mengatasi masalah awal kemerdekaan hingga tercapai perdamaian mewakili alasan logis  sebagai daerah yang aman. Kurun tahun 1946-1949 sejak Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia melahirkan dampak yang positif yakni atmosfer kehidupan masyarakat yang sarat akan nilai dan norma yang tinggi serta unggul dalam bidang pendidikan dan sosial budaya.  Keunggulan inilah yang mengusung Yogyakarta sebagai kota nomor satu paling sering dikunjungi menurut IAP Most Livable City Index 2012. Survei ini memunculkan pertanyaan paling tidak bagaimana Yogyakarta untuk tetap mempertahankan posisi tersebut dalam ikhwal mengatasi stabilitas dalam berbagai aspek. 
Kondisi Yogyakarta yang livable city bermakna bahwa kota beserta lingkungannya menciptakan rasa yang aman untuk tempat tinggal dan bekerja dilihat dari berbagai aspek meliputi fasilitas, sarana prasarana, tata ruang, interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.  Aspek-aspek untuk memenuhi kriteria livable city sebenarnya sudah dimiliki Yogyakarta. Pada sistem penataan kota, Yogyakarta sudah dirancang dalam bentuk yang sakral  yaitu kerajaan sebagai pusat dan tetap mempertahankan tradisi.  Sikap serta perilaku masyarakat Yogyakarta yang memiliki kearifan yang tinggi menjadikan pendatang  mudah untuk bersosialisasi dan beradaptasi. Segi pendidikan turut mendongkrak Yogyakarta pada dunia pendidikan pada banyaknya universitas terakreditasi unggul.
            Keunggulan Yogyakarta yang siap melayani pengunjung dari berbagai seantero negeri  perlu dikritisi kembali bahwasanya sebuah provinsi yang melayani pengunjung berbagai daerah harus mampu mengatasi masalah-masalah yang strategis lebih dekat  dengan kehidupan masyarakat. Kenyataannya, Yogyakarta belum siap untuk dijadikan daerah yang benar-benar diakui keunggulannya. Problematika segi fisik dan lingkungan akan menjadi faktor utama penyebab kegagalan syarat  livable city.  Kemacetan di jalan-jalan sudah tak tertahankan lagi. Hal ini dilansir akibat tumbuh pesatnya kepemilikan kendaraan pribadi serta tak teraturnya angkutan umum. Angkutan umum ini sangat memprihatinkan karena ada yang sudah tidak layak pakai tetapi tetap dioperasikan. Wacana pembangunan fly over justru akan memacu pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi. Hasilnya, kemacetan bakal lebih membengkak dari sebelumnya. Tujuan utama pembangunan Trans Jogja sepertinya  tidak berjalan mulus karena sampai sekarang jumlah armadanya-pun belum bertambah.  Berangkat dari hal itu, kondisi lingkungan Yogyakarta sebenarnya masih jauh dari kata ‘baik’. Apalagi belum lama ini masyarakat  dihadapkan dengan kasus yang mengguncang keamanan Yogyakarta. Penembakan terhadap tahanan disebuah lapas oleh para figur yang seharusnya melindungi keamanan masyarakat. Dari sisi tersebut, apakah Yogyakarta sudah pantas disebut livable city?
            Menilai dua masalah diatas, dalam jangka panjang simpati masyarakat Indonesia terhadap Yogyakarta juga akan menurun. Bisa jadi kota ini akan kehilangan kepercayaannya.  Akibatnya, pamor Yogayakarta bisa turun, sepi pengunjung dan bermuara pada degradasi kualitas daerah.  Maka dari itu sebelum muncul yang lebih parah perlunya tindakan preventif.  Penanaman pola pikir disertai dengan kesadaran yang realita harus mengakar kuat pada diri masyarakat Yogyakarta. Kesadaran handarbeni (memelihara) lingkungan dapat dilakukan mulai dari mengurangi kendaraan pribadi saat bepergian, pengaturan angkutan umum, serta mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatur lingkungan. Selain itu, menciptakan kerukunan antarmasyarakat untuk menghindari hal-hal yang memunculkan perpecahan. Oleh karena itu, kita perlu lebih dalam menggali lebih dalam nilai dan norma masyarakat Yogyakarta baik dahulu maupun sekarang agar kualitas Yogyakarta tetap terjamin. – Dian A